Mahasiswa dan Kemarau Gagasan

Fadel Kasiruta saat berorasi di jalanan Kota Ternate


Oleh : Fidel Kasiruta

Iya demikianlah mahasiswa, sebuah pelabelan yang bermula dari kata maha, dikenal khalayak adalah segalanya atau besar. Memiliki cerita dan sejarah perjuangan untuk kebebasan rakyat atas ketertindasan membuat mahasiswa selalu dikenang dan ditakuti.


Bahkan dari berbagai perubahan dalam perkembangan sejarah Indonesia telah memposisikan mahasiswa sebagai pahlawan. Demikianlah mahasiswa, diistilahkan sebagai pembawa berita buruk bagi penguasa yang mengiyakan persoalan kemapanan.

Pada tahun 1998 krisis ekonomi kembali menghantui bangsa Indonesia akibat dari kebiadaban dan kezaliman pemerintah orde baru, hal ini kemudian menggelorakan kemarahan dari mahasiswa sehingga mereka turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (KKN), serta menuntut kepada Presiden Soeharto agar mengundurkan diri dari jabatannya {Indra Kusumah, 2007:13}.

Dalam catatan sejarah perjuagan mahasiswa di Indonesia tidak pernah usai, mereka bertekad untuk membangun suatu transformasi di masa orde baru agar membawa masyarakat pada satu peradaban reformasi yang digulirkan pada tahun 1998.

Mahasiswa selalu menjadi aktor di garda terdepan untuk melawan kejahatan dari pemerintah yang banyak merugikan masyarakat seperti naikannya harga BBM, privatisasi BUMN, dan berbagai macam masalah lainnya.

Sederhananya dapat dipahami bahwa lahirnya sebuah gerakan mahasiswa berdasarkan pada situasi dan kondisi sosial yang dialami oleh masyarakat Indonesia, dimana rakyat Indonesia selalu ditindas, diekspolitasi bahkan intimidasi sangatlah masif pada saat itu. Praktek konspirasi akhirnya diketahui dan dikritik oleh mahasisiwa.

Dalam peristiwa tersebut, tidak diragukan lagi bahwa pergerakan mahasiswa Indonesia didasari atas kesadaran dari sikap moralitas yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan bentuk dari rasa tanggung jawab mereka sebagai agent of change, director of change and creative minority.

Namun yang perlu dijadikan sebagai satu ilustrasi pembelajaran dari sejarah perjuangan mahasiswa sebelumnya adalah kesadaran terhadap realitas objektif. Aktifitas membaca, diskusi dan refleksi dijadikan sebagai satu episentrum pengembangan dan pembentukan kesadaran untuk menjawab berbagai macam tantangan zaman.

Taman-taman, tempat duduk dan gedung di sekitaran lingkungan kampus dijadikan sebagai tempat stretegis untuk membaca buku dan berdiskusi, bisa dibilang bahwa mahasiswa pada masa itu sanggatlah kaya gagasan tentang politik, sosial, budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan lainnya, sehingga sangat cepat mengupdate segala informasi yang ada.

Tetapi masalahnya, mahasiswa pada era ini telah kehilangan esensi dan eksistensinya sebagai masyarakat yang berintelektual, perkembangan zaman yang dipandang modern oleh kebanyakan mahasiswa telah meninabobokan mata hati bahkan menutupi kesadaran mereka terhadap realitas yang dialami masyarakat hari ini.

Kebanyakan mahasiswa telah terobsesi dengan tik-tok, Instagram, facebook dan seterusnya, sampai-sampai tak mampu menyeimbangi antara dunia maya dan dunia nyata.

Olehnya itu mahasiswa yang berada di kampus IAIN Ternate khususnya sebagian besar tidak lagi mewacanakan persoalan kegelisahan, cinta dan derita rakyat Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan oleh Eko Prasetyo bahwa menjadi seorang mahasiswa bukan hanya memenuhi tuntutan kampus, mahasiswa harus juga memenuhi tuntutan rakyat.

Masalahnya mahasiswa saat ini tidak lagi mengakomodir segala bentuk kekecewaan rakyat atas regulasi yang baru-baru ini disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), sebut saja RKUHP. Dimana regulasi tersebut tidaklah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat,

Minimnya gagasan mahasiswa serta takut untuk menyampaikan kebenaran, padahal jelas apa yang disampaikan oleh Soe Hok Gie bahwa mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.

Hal ini dibuktikan ketika saya berkunjung ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Khairun Ternate, dan bertemu dengan kawan Dody salah ucap satu aktor penggerak demonstrasi di kampus tersebut, kita pun sempat berdiskusi panjang tentang dinamika yang dialami oleh mahasiswa hari ini.

Dikatakannya bahwa mahasiswa hari ini mengalami satu kemarau gagasan, sebab minimnya diskusi dan aktifitas literasi lainnya, Dody sempat mengarahkan saya untuk melihat mahasiswa yang berkumpul di pendopo atau tempat duduk yang merupakan salah satu tempat strategis di lingkungan FKIP.

Maka dari itu dengan melihat situasi yang melanda bangsa Indonesia hari ini kiranya mahasiswa perlu kembali untuk membudayakan aktifitas literasi guna menghidupkan dinamika kampus yang saat ini telah mengalami kemunduran dalam kancah pengetahuan. Sebab kampus adalah benteng terakhir untuk melawan segala bentuk kemapanan yang dilakukan oleh penguasa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *