Mantan Polwan Ini Gugat Rektor UMMU ke PN Ternate

TERNATE, MALUTTODAY.com – Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Prof. Saiful Deni dan Dekan Fakultas Hukum digugat mantan mahasiswan ke Pengadilan Negeri (PN) Ternate kerana diduga melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).

Rani Andini Yasa yang juga mantan anggota Polisi Wanita (Polwan) ini adalah mantan mahasiswa yang mengajukan gugatan terhadap Prof. Saiful Deni.

Rani bahkan meminta ganti rugi karena Rektor UMMU tidak mau menandatangani dan menyerahkan ijazah serta transkip akademik miliknya, padahal Rani telah wisuda pada akhir tahun 2020 kemarin.

Akibat perbuatan tergugat, Rani mengalami kerugian materil berupa uang sejak pendaftaran sampai wisuda sebesar Rp 20.900.000,- dan kerugian immateril Rp 1.000.000.000.

Tindakan tergugat, yakni Rektor dan Dekan Hukum ini jelas melanggar pasal 26 ayat (1) dan (2) huruf a junto pasal 42 ayat (1) dan (2) UU nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi junto pasal 5 ayat (1), pasal 11 ayat (1) huruf a, pasal 11 ayat (2), pasal 21 ayat (1).

Tergugat Rektor dan Dekan melanggar semua ketentuan tersebut. Tindakan tergugat juga melanggar pasal 106 ayat (2), Surat Keputusan Nomor: 046/KEP/I.3/D/2016 Tentang Statuta UMMU tahun 2015 junto Keputusan bersama Rektor dan Ketua Badan Pembina Harian Muhammadiyah Maluku Utara Nomor: 380/KPTS/R-UMMU/XI/2015 dan nomor: 0062/KEP/F.3/BPH-UMMU/2015 tentang perubahan Statuta UMMU yang menyatakan, sertifikat berbentuk ijazah diberikan kepada mahasiswa sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian program studinya setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh program studi di UMMU.

Kuasa hukum Rani Andini Yasa, Muhammad Thabrani kepada wartawan mengatakan, gugatan PMH dan ganti rugi resmi didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Ternate, lantaran pihak kampus UMMU tidak mau menandatangani dan menyerahkan ijazah serta transkip akademik milik kliennya.

Menurutnya, secara adminitrasi, kliennya telah memenuhi persyaratan kelulusan dan administratif sehingga berhak mendapatkan ijazah dan transkrip nilai.

“Jadi perbuatan tergugat yang menahan dan tidak mau menandatangani ijazah dan transkip nilai penggugat merupakan tindakan yang melanggar pasal 25 ayat (1) junto pasal 61 ayat (2) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, ucap Muhammad Thabarni, didepan Kantor PN Ternate. Selasa (5/10/2021).

Thabrani menambahkan, gelar akademik sarjana diberikan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik. Adapun ijazah diberikan kepada lulusan pendidikan akademik sebagai pengakuan terhadap penyelesaian suatu program studi terakreditasi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

“Ijazah diterbitkan oleh perguruan tinggi yang membuat program studi dan gelar yang berhak dipakai oleh lulusan pendidikan tinggi dalam hal ini Rani Andini Yasa. Ijazah diterbitkan perguruan tinggi disertai dengan transkrip akademik dan penandatangan ijazah dilakukan oleh Rektor dan Dekan. Atas dasar itulah, maka gelar diberikan kepada mahasiswa yang telah menyelesaikan semua persyaratan yang dibebankan dalam mengikuti suatu program studi dan dinyatakan lulus,” ucapnya.

Baginya, apa yang dilakukan tergugat telah melanggar hak asasi penggugat terhadap pendidikan, sebagaimana diatur dalam pasal 28 C UUD tahun 1945 junto pasal 12, pasal 13, pasal 15 dan pasal 48 UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

“Perbuatan tergugat diancam dengan tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur pasal 372 KUHPidana,” pungkasnya.

Sekedar diketahui hingga berita ini dipublis Rektor UMMU Ternate dan Dekan Hukum saat dikonfirmasi wartawan belum merespon. (Shl)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *