Samurai Desak Propam Usut Kasus Penganiayaan Massa Aksi di Morotai

TERNATE, MALUTTODAY.com– Solidaritas Aksi Mahasiswa Untuk Rakyat Indonesia (Samurai) Maluku Utara, berunjuk rasa di depan kantor Polda Maluku Utara, Senin (17/12/2018) sore. Samurai Malut melaporkan secara resmi kasus dugaan kekerasan dan penganiayaan serta penodongan oknum anggota polisi yang saat itu sedang mengamankan jalannya aksi protes warga dan mahasiswa Morotai terhadap kebijakan Bupati Morotai, Beny Laos pada Sabtu (15/12) lalu.

Sebelumnya, Samurai mendesak Propam Polda Malut untuk segera menginvestigasi dugaan kasus pengeroyokan dan penganiayaan oleh dua oknum anggota polisi berinisial SS dan FA terhadap salah satu massa aksi, yakni Riskal Fuad Samlan hingga tak sadarkan diri selama 1 jam.

Presidium Samurai Malut, Yusran S. Sangaji mengatakan, tindakan arogansi dan barbarian yang dilakukan SS dan FA terhadap Riskal Fuad Samlan yang saat ini tercatat sebagai Kordinator Distrik Universitas Pasifik (Kordis Unipas) Samurai Malut, adalah sebuah bentuk pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Kedua oknum anggota polisi dengan inisial SS dan FA yang bertugas di Kabupaten Pulau Morotai itu telah melanggar ketentuan di dalam pasal 28 28 E ayat (3) UUD 1945, serta Undang-undang (UU) nomor 9 tahun 1998 tentang mekanisme pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dan pasal 351 kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta pasal 170 Kitab Undang-Undang (UU) Hukum Pidana,” ujar Yusran.

Lebih lanjut, Kata Yusran, mendesak Propam Polda Malut agar segera menginvestigasi dan menuntaskan kasus yang melibatkan dua oknum anggota polisi tersebut karena kedua oknum polisi tersebut menurut dia telah melanggar ketentuan Pasal 2, pasal 13, Pasal 23 ayat (1), danPasal 24 Peraturan Kapolri (Perkapolri) nomor 9 tahun 2008, serta  Perkapolri nomor 16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas).

“Kami sudah melapor ke Polda soal kasus tersebut, pada hari Sabtu kemarin, salah satu alat bukti juga sudah kami sampaikan, selain di Mapolda Malut, rekan-rekan kami  di Morotai juga sudah melaporkan kejadian tersebut ke Polres Pulau Morotai,” sambungnya.

‘Karena itu kami datang hari ini untuk mengingatkan kepada Kapolda dan Propam agar secepatnya mengusut kasus ini hingga tuntas, karena dalam kasus ini, korban juga mengaku sempat mendapat ancaman dari salah satu oknum yang menganiaya korban dengan cara mengeluarkan pistol (senjata api) ke arah korban. Kronologi dan salah satu alat bukti sudah kami serahkan, bukti-bukti yang lain juga sudah kami siapkan, karena itu kamimeminta keadilan kepada aparat penegak hukum, kasus ini harus diselesaikan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, jangan diabaikan,” tambahnya.

Selain itu, mereka juga mendesak Kapolri untuk memecat dua oknum anggota polisi dengan inial SS dan FA yang bersikap barbarian tersebut karena telah melanggar Protab Pengendalian massa. Mereka juga menyampaikan laporan dugaan kasus pengeroyokan dan penganiayaan tersebutke Kompolnas serta Komnas HAM untuk ditindaklanjuti.

“Seperti sebelumnya, kami juga mendesak Presiden dan Kemendagri untuk segera memecat Bupati Morotai, Beny Laos secara tidak terhormat atas segala tindakan yang telah dilakukan di Morotai selama ini,” tegasnya.

Sebelumnya, Riskal Fuad Salman (korban dugaan kekerasan dua oknum Polisi) mengisahkan, peristiwa pengeroyokan dan penganiayaan terhadap dirinya itu bermula ketika ia bersama massa aksi yang terdiri dari masyarakat dan mahasiswa menggelar unjuk rasa di depan Kantor DPRD, ekitar pukul 14.00 WIT, massa yang hendak masuk masuk ke kantor DPRD untuk bertemu para legislator untuk melakukan hearing.

“Massa ini ingin menuntut janji DPRD, karena aksi pada hari Senin lalu, DPRD dan massa aksi membuat komitmen, bahwa pada hari Rabu kemarin semua tuntutan masyarakat Pulau Morotai akan ditindaklanjuti atau akan ada kepastian terhadap semua tuntutan masyarakat,” ucapnya.

Hanya saja, niat massa aksi tersebut dicegat oleh aparat kepolisian yang bertugas melaksanakan pengawalan aksi tersebut. “Massa ini dilarang untuk bertemu dengan DPRD, padahal kan kami diizinkan oleh anggota DPRD untuk masuk dan bertatap muka bersama DPRD, tapi polisi tetap melarang massa untuk masuk,” ujarnya.

Tiba-tiba saja pada saat yang sama sudah terjadi bentrokan, ia mengaku, pada saat bentrok antara polisi dan massa aksi terjadi, ia berjalan ke luar menuju ke depan kantor DPRD tanpa ada tindakan yang berlebihan, tapi ada oknum polisi yang memukulnya. “Saya berjalan keluar di depan kantor DPRD, karena waktu saya ingin masuk ikut hearing ada polisi yang larang, saya berjalan ke arah kantor DPRD, tetapi tiba-tiba ada seorang anggota Polisi (berseragam Provos) memarahi saya, ia bilang, nga ini pahe eeh, gosi (maaf), mari, langsung saya di tarik hingga terlempar ke depan, saat itu posisi saya di depan, tiba-tiba ada pukulan dua kali mengarah ke arah telinga saya, saya langsung pusing, saya tidak buat perlawanan karena pusing, tiba-tib aada pukulan yang menyusul, saya langsung tak sadarkan diri, tapi saya tahu orang yang pukul saya, saya jatuh pingsan, tapi pukulan masih saya rasa, sampai ada anggota intel yang datang dan membawa lari saya, tetapi ada masyarakat yang mengambil saya dan memberikan pertolongan pertama, lalu ada Sekretaris Front Aksi dan salah satu anggota DPRD yang panik melihat saya dipukul, anggota DPRD yang bernama Mc Bill lalu menelpon mobil untuk membawa saya ke RSU,” akunya.

Ia menceritakan, setelah tiba di RSU Pulau Morotai, ia langsung mendapat pertolongan pertama, dari hasil rontgen dari dokter. Keterangnya ia menderita cedera kepala ringan. “Waktu pemeriksaan pada saat rontgen dokter mengatakan cedera kepala ringan,” ujarnya, sembari mengaku selain dirinya, ada juga rekan-rekan massa aksi lainya yang dipukuli petugas kepolisian. (dch)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *