Tahukah Anda?
Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri selain mudik, Tunjangan Hari Raya (THR) selalu dinantikan oleh para pekerja di Indonesia.
Kenapa? Sebab, THR menjadi ‘bonus’ terhadap pekerjaan di bulan-bulan sebelumnya. Dan, jika diibaratkan satu bulan mendapatkan dua kali gajian.
Namun, selain uangnya yang menarik. Sejarah dan fakta di balik THR juga menarik, lho. Seperti apa, simak ulasan dibawah ini ya, 4 fakta tentang THR.
1. THR Semata-mata Uang dan Hak Pekerja yang Tertunda?
Masyarakat sempat dihebohkan dengan postingan yang menyebut asal-usul THR. Unggahan yang beredar di dunia maya sontak saja menjadi viral dan menjadi pembahasan para pekerja. Pasalnya, disebutkan jika THR semata-mata uang dan hak pekerja yang tertunda yang ditahan perusahaan.
Dalam unggahan tersebut sebagai berikut: “Asal Usul THR. Mengapa THR menjadi hak karyawan? Misalkan Gaji per-bulan: Rp.5 Juta. Maka Gaji per-minggu : Rp 1,25 juta. (Sebulan ada 4 minggu, sehingga 5 juta dibagi 4 = 1,25 juta). Dalam setahun ada 52 minggu. Gaji 1 tahun = 12 bulan x 5 juta = 60.000.000.000. Gaji 1 tahun + gaji 52 minggu = 52×1,25 juta = 65 juta. Selisih = Rp 5.000.000, inilah yang dihadikan THR atau gaji ke-13.’
2. Soekiman, Bapak Pencetus THR
Perdana Menteri sekaligus Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-6, Soekiman Wirjosandjojo, merupakan bapak pencetus THR. Soekiman yang merupakan tokoh Masyumi ini pada mulanya hanya memberi THR pada pegawai di akhir Ramadan untuk menyejahterakan PNS.
Sang perdana menteri saat itu memberikan tunjangan sebesar Rp 125-200. Sabar dulu, jangan anggap nominal tersebut kecil ya, karena uang segitu sudah setara dengan Rp 1,1-1,75 juta pada masa sekarang.
Tidak hanya memberikan tunjangan berupa uang, tetapi juga beras di setiap bulannya kepada pegawai. Dan faktanya, memang hanya pegawai di kabinet yang dipimpin oleh Soekiman lah yang saat itu mendapat THR.
3. Buruh Protes Kebijakan THR Soekiman
Dampak dari kebijakan Soekiman diprotes dan ditentang para buruh. Sebab, kebijakan itu hanya berlaku di kabinet sang perdana menteri. Hal ini dianggap tidak adil. Para buruh beralasan bahwa selama ini meski sudah bekerja keras namun nasib mereka tidak berubah.
Akibatnya, terjadi aksi mogok massal dilakukan para buruh. Kemudian muncul tudingan yang menyebutkan bahwa sang perdana menteri tidak hanya ingin mensejahterakan PNS dengan THR, melainkan juga ada unsur politis dibaliknya. Disebutkan, Soekiman ingin mengambil hati para PNS yang kala itu memang didominasi oleh kalangan ningrat sampai TNI.
Namun, usaha dan perjuangan para buruh berbuah manis dengan diterimanya THR setiap menjelang hari raya hingga saat ini.
4. Ada UU yang Mengatur Pemberian THR
THR sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam undang-udang tersebut, bahkan diatur besaran nominal THR yang diterima oleh karyawan. Bagi yang masa kerjanya telah mencapai diatas satu tahun maka besaran tunjangan yang akan diterima sebesar satu bulan gaji. Sedangkan yang masih belum mencapai 12 bulan, maka tunjangan diberikan secara proporsional.
Nah, ternyata perjuangan dan prosesnya panjang juga ya. Tidak semanis saat kita menerima THR. Patut kita berterima kasih kepada Soekiman dan para buruh di zaman itu. Nah, bagi yang belum menerima THR sabar ya. Dan yang sudah menerima jangan boros-boros.